28 Juni 2014

Sekilas Kesan Menjelang Pilpres 2014

Selama beberapa bulan terakhir ini, setiap hari, di setiap media, entah televisi, koran, FB, Twitter, dan sebagainya, diramaikan dengan "debat" antara tim sukses maupun simpatisan. Yang seru namun terkadang lucu adalah debat antara para anggota tim sukses. Yang satu menyanjung capre atau tim suksesnya, yang lainnya menyindir atau mengkritik capres atau tim sukses bahkan simpatisan "lawan".

Entah pendidikan politik macam apa yang dipertontonkan kepada para generasi muda, kepada anak-anak di Indonesia oleh para orang yang dianggap "tokoh". Entah apa yang ada di benak para remaja Indonesia menyaksikan perseteruan politik di berbagai media itu. Akankah mereka menjadikan hal itu sebagai "standar" bagi perilaku politik mereka di masa depan? Entahlah.

Selain ramai, ada juga hal-hal yang unik dan lucu, bahkan aneh. Contohnya, ada seorang kawan yang tidak mau mendukung pasangan capres-cawapres yang telah ditetapkan KPU. Sebagai gantinya, si kawan itu membuat pasangan baru, yakni pasangan nomor 3. Capresnya dari pasangan nomor 1, wapresnya dari pasangan nomor 2. Ada pula yang unik, seperti poster-poster kreatif karya para relawan ataupun tim sukses. Kedua kubu memang memperlihatkan kreativitasnya masing-masing. Adapula yang aneh, misalnya kasus yang ditetapkan sudah selesai, malah dimunculkan kembali. Juga ada isu negatif mengenai silsilah ataupun kewarganegaraan capres.

Yang bikin heboh adalah permintaan dari segelintir tim sukses agar tempat ibadah tertentu diawasi, karena dianggap bisa menjadi tempat kampanye negatif yang mendiskreditkan pasangan tertentu. Suatu permintaan yang aneh bin ajaib. Mengapa mencurigai tempat ibadah? juga mengapa tempat ibadah tertentu saja yang musti diawasi? Apa yang dikhawatirkan dari kegiatan di dalam tempat ibadah tersebut? Sementara di tempat ibadah lain, dianggap tidak perlu diawasi. Mungkin dianggap bahwa di situ tidak mungkin dilakukan kampanye negatif. Di situ pasti selalu positif.

Lainnya lagi,  para seniman dan budayawan yang tadinya mengaku golput, bahkan mengajak golput, banyak yang ingin memakai hak pilihnya. Entah karena kesengsem sama capres tertentu, atau ada maksud lain. Para seniman dan budayawan semacam ini selalu ikut cawe-cawe dalam setiap "keramaian nasional". Mungkin mereka itu manusia "serba tahu", karena kalau berkomentar, selalu saja menyampaikan kritik yang kadang terkesan menganggap remeh orang yang dikritik. Terkesan menganggap bahwa "dirinya sendiri pasti benar". Itu termasuk seniman dan budayawan ataukah pengamat politik? Ataukah fungsionaris partai politik? Entahlah...

Suasana pilpres tahun 2014 ini memang sungguh ramai, karena informasi bukan hanya dari media televisi, koran, radio, tabloid, tapi dari media sosial Internet. Kicauan di Twitter, posting di FB, komentar di BBM, WhatsApp, dsb. menambah "semarak" riuh rendahnya keramaian kampanye pilpres.

Semoga Pilpres kali ini berjalan sukses....